Ketika Sajadah Lebar Terbentang

shaf-sholat1Hmm..Saya  baru bisa posting sekarang. Padahal ide ini sudah muncul lama dan terbersit untuk diposting ketika sholat tarawih bulan puasa kemarin.
Btw, saya mohon maaf lahir dan batin yak… Taqobbalallahu minna wa minkum, kullu aamin wa antum bi khoir. Dimaafin kaaan??? *biar telat asal makan ketupat*

Baik, kembali ke soal postingan. Setelah sholat, saya terinspirasi untuk membuat postingan tentang sajadah. Iyah, sajadah. Alas yang biasa kita gunakan untuk sholat dan bermunajat kepadaNYA.
Saya terusik lantaran orang yang sholat di sebelah kiri saya dan menggunakan sajadah lebar enggan –kalau nggak mau disebut TIDAK MAU- merapatkan shafnya.
Padahal seperti kita sadari dan pahami, salah satu keutamaan sholat adalah dengan merapatkan shaf.
"Rapikan (rapat dan lurus) shaf kalian, sesungguhnya shaf termasuk bagian menegakkan sholat" (HR. Bukhori)

Nah, apa jadinya kalau sebagian besar jamaah membawa sajadah lebar dan enggan merapatkan shafnya? Ditambah lagi, imam sholat tidak memberi peringatan pada para jamaah sholat.

Jadi teringat, di masjid dekat rumah orang tua saya, sang imam selalu mengingatkan jamaah sholat dengan membacakan hadist di atas, kemudian diikuti artinya dalam bahasa Jawa.
Ada juga imam sholat lain yang langsung berkata,'Rapet,Lempeng' (rapat dan lurus) sambil memeriksa jamaahnya.

******



Memang banyak juga orang yang membawa sajadah lebar ke masjid dan tidak keberatan jika sajadah cantiknya tertutup oleh sajadah milik orang lain demi menjaga shaf sholat tetap rapat.

Tapi, tidak sedikit juga orang yang dengan ego tingkat tinggi membentangkan sajadah lebarnya dan tidak mau sajadahnya ditumpangi oleh sajadah yang lain. Atau, kemungkinan yang lain, orang dengan sajadah standar merasa risih untuk membentangkan sajadah miliknya di atas sajadah lebar yang sudah terlanjur ‘parkir’. Atau bisa jadi ada kemungkinan-kemungkinan lainnya?

Kalau saya, atas alasan ‘tidak enak’, biasanya memilih untuk meletakan sajadah saya di bawah sajadah orang lain yang sudah duluan terbentang. Entah ini penting bagi orang lain atau tidak, tapi saya merasa perlu melakukannya walaupun sajadah saya jauh lebih kecil.

Nah, terlepas dari orang tersebut mau atau tidak mau merapatkan shaf dengan ‘memepetkan sajadahnya’, menurut saya,  faktor sajadah lebar inilah yang paling dominan  menyebabkan si empunya sajadah enggan merapatkan shaf.
Apalagi sekarang sebagian besar masjid menggunakan karpet berbentuk sajadah lebar, sehingga orang-orang memperlakukannya sebagai batas sajadah satu sama lain.

Akhirnya, yang terjadi adalah shaf sholat tidak rapat alias banyak ruang kosong. Ruang kosong ini yang menjadi primadona jin iprit untuk mengganggu kekhusyukan sholat kita. Nah lho! Karena alasan ini juga,  saya memilih sajadah kecil yang hanya dipakai untuk bagian muka.

Lalu, kenapa ukuran sajadah sekarang lebar-lebar?
Untuk masalah ini, saya juga kurang tahu. Saya hanya meraba-raba. Bisa jadi sajadah berukuran lebar itu  didesain untuk orang-orang Arab yang memang ukuran tubuhnya tinggi besar. Jadi wajar, jika sajadahnya pun harus lebih lebar.

Sedangkan ukuran tubuh rata-rata orang Indonesia jelas tidak sama dengan orang Arab. Untuk itu, sudah seharusnya sajadah yang dibuat di Indonesia menyesuaikan antropomerti orang-orang Indonesia.
Karena, akan lebih elok rasanya jika menggunakan sajadah yang standar sesuai dengan ukuran tubuhnya. Yang pas! Supaya shaf sholat tetap rapat.

*****
Inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati lillaahirobbil’aalamiin..
[sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku... kuserahkan hanya kepada Allah---Tuhan seru sekalian alam]

11 comments:

  1. meskipun sajadah lebar...
    kudu di ikhlas kan kalo di injek...

    soalnya bukan masalah itu sajadah nempel..

    tapi yang penting shaf harus rapat... kaki ketemu kaki or bahu ketemu bahu...

    ReplyDelete
  2. nek aku lho tik.. mending nunut sajadah timbang nggowo dewe, belagak lali nggowo padal jane rak modal...

    ReplyDelete
  3. di purwokerto banyak juga masjid/mushola yang sudah "sadar shaf" rapat dan lurus.

    tapi di kota asal saya...
    begitu saya merapat dan menempel, sebelah saya malah menjauh. Saya pantang menyerah, dan mendekat lagi, sebelah saya tambah menjauh...jadilah kita kejar2an sepanjang shalat :lol:

    ReplyDelete
  4. yah keduluan posting, dari dulu pingin nulis ginian. saya menyebutnya sajadhisme. betapa tidak, mereka menempatkan diri di sajadah sendiri. akhirnya ya bolong2 gitu deh shafnya. yang badannya kecil (angkat tangan) masih bisa masuk ke dalam barisan itu meski terkadang disambut dengan wajah yang kadang kurang welcome. demi kesempurnaan, demi keutamaan shalat, mari kita rapatkan

    ReplyDelete
  5. wah...kalau di depan kos masjidte jarang lempeng,rapet

    masjidte = masjidnya

    ReplyDelete
  6. aku lebih biasa milih numpang di sajadah orang lain..
    Salam kenal....

    ReplyDelete
  7. Kan tidak harus berada di atas sajadah sendiri tho, nggeser2 diit juga nggak apa2, nggak akan hilang kok sajadah itu he..he..he. Pokoknya rapet ya rapet neng.
    Salam hangat dari Surabaya.

    ReplyDelete
  8. Semoga usulan tentang pembuatan sajadah itu didengar oleh pihak yang kompeten. amiiin :)

    ReplyDelete
  9. iya aku juga miris lihat ukuran sajadah masjid sekrang yang lebar-lebar. karena sajadah masjidnya sudah segitu ukurannya, kebanyakan orang gak mau lagi berdempetan, mereka memilih ngikutin sajadahnya. padahal jarak nya masih cukup lebar.
    harusnya kita komplain ke pabrik sajadah ya....

    ReplyDelete
  10. salam kenal...permisi mau komen :)...cuma mau bilang terima kasih atas postingan yang bermanfaat ini..Tq 4 sharing :)

    ReplyDelete
  11. kalau saya sih mending mikirin soft nya solat dari pada sajadahnya, buat apa dengan sajadah yang lebar namun kita tak bisa menegakkan solat ! hehehehehpenting kita bisa solat dengan khusyuk. terima kasih banyak juga atas postingannya ini !!!

    ReplyDelete

 
Cerita Kita Blog Design by Ipietoon