Nature Deficit Disorder



Dengan melihat lebah, seorang anak bisa belajar banyak hal sekaligus.
Tidak hanya belajar biologi, tetapi juga ilmu sosial, seperti betapa pentingnya kerja keras dan bekerja sama.
Mengajak anak menikmati alam, mengamatinya, mengenalkan makhluk lain ciptaan Tuhan akan menjadi ritual yang menyenangkan, menyehatkan, menambah pengetahuan, sekaligus mendekatkan mereka pada alam dan penciptaNYA.
Pengenalan anak terhadap alam tentunya harus dilakukan di luar ruangan atau di alam terbuka. Bisa dengan mengajak mereka ke taman bunga, kebun/sawah, taman kota, pantai, pasar, dan lainnya.
Hanya saja, terkadang ada orang tua yang over protective dan tidak akan membiarkan anaknya bermain di alam terbuka.
Orang tua kategori ini, biasanya lebih nyaman jika anak-anak bermain di dalam ruangan.
Padahal, anak yang selalu bermain di dalam ruangan bisa jadi kurang gerak karena aktivitasnya hanya tertumpu pada otak dan tangan.
Tidak hanya itu, mereka juga akan menjadi pribadi yang kurang peka terhadap alam sekitarnya.
Faktor lain yang menyebabkan orangtua lebih memilih mengajak anak bermain di dalam ruangan, bisa disebabkan karena minimnya ruang terbuka di sekitar rumah.
Biasanya kondisi ini dialami oleh orangtua yang tinggal di apartemen dengan halaman rumah sempit.
Jika kondisi ini terus dibiarkan, anak-anak masa kini bisa mengalami nature deficit disorder.
Anak-anak tidak bisa menikmati suasana ketika dia berada di alam terbuka karena tidak mengenali lingkungan yang dihadapinya, merasa asing, dan tidak mencintai lingkungan.
Orangtua tentu tidak ingin anak-anaknya menderita nature deficit disorder hanya karena anak kurang mengenali alam sekitar.
Untuk itu, yang perlu dilakukan oleh orang tua adalah sering-seringlah mengajak anak-anak bermain dan berdekatan dengan alam.
Tanamkan kalimat,'Bicaralah pada alam, mereka akan menjawabmu' dalam benak mereka.
Hal ini karena alam kaya akan pengetahuan yang bisa dipetik langsung oleh anak-anak, melalui penglihatan, pendengaran, indera peraba, dan penciuman.
Sebab, fenomena alam yang dilihat langsung oleh anak akan merangsang otaknya untuk terus berpikir, hingga akhirnya muncul pertanyaan-pertanyaan spontan atas apa yang baru saja dilihatnya.
Dari sini lah pendidikan alam dimulai. Di satu sisi, anak sudah tertarik untuk memperlajari apa yang dilihat dan dibayangkan. Di sisi lain, orang tua juga harus  siap dengan jawaban-jawaban yang lugas.
Orang tua masa kini dituntut untuk memiliki wawasan yang luas untuk menjawab setiap pertanyaan polos dari anak-anak yang kelihatannya sepele bagi orang dewasa.
Kalaupun tidak tahu jawabannya, orangtua bisa mengajak anak untuk bersama-sama mencari jawabannya.

***



Biophilia
Dalam psikologi evolusioner manusia dikenal istilah biophilia, yakni kebutuhan biologis manusia berinteraksi dengan alam dan respon positif manusia secara genetis dengan alam.
Artinya, mengajak anak bermain, belajar, dan berkenalan dengan alam sudah menjadi kebutuhan biologisnya.
Sayangnya, pendidikan di sekolah alam sering kali mengajarkan kecintaan terhadap lingkungan hanya berdasarkan sudut pandang orang dewasa, dan bukan sudut pandang anak-anak.
Pendekatan dari sudut pandang orang dewasa ini misalnya, mengajarkan pada mereka tentang kerusakan hutan, kerusakan terumbu karang, global warming, atau pembalakan liar. Padahal pendekatan ini hanya akan membuat mereka bingung dan takut.
Seharusnya, pendekatan pada anak dilakukan dengan memberikan penjelasan dan contoh-contoh yang selugas mungkin sesuai dengan kemampuan kognitifnya. Sehingga yang muncul pada diri anak bukan ketakutan, melainkan kecintaannya pada alam.

***






* Gambar dari sini: seedlingspreschool.ca

Awali Hari dengan Senyum

Awali harimu dengan senyuman. Ajakan ini memang mudah diucapkan, tapi sulit dilaksanakan. Setidaknya bagi saya pribadi. Mood yang sering acak-adut, nggak bisa dikontrol dan diajak kompromi ini lumayan mengganggu sebenarnya.

Padahal, sejauh yang pernah saya alami, kalau saya memulai hari dengan mood jelek bin acak-adut, maka sepanjang hari mood saya juga jelek. Bahkan hingga menjelang tidur lagi, mood jelek enggan sekali untuk beringsut.  Badmood begitu betah berdekatan dengan saya, memeluk saya, sampai akhirnya saya merasa terhimpit. Ugh!

Sebaliknya, kalau saya memulai hari dengan senyuman, sepanjang hari itu, hidup saya [seperti] dihiasi senyum kebahagian, hidup juga terasa ringan, walaupun tangan tak bawa uang. Heee...

Kenapa?

Ternyata ini semua karena ulah si endorphine!

Iya, endorphine.

Katanya, pada saat tersenyum, kita melepaskan kelenjar endorphine. Endorphine ini singkatan dari Endogoneus Morphine atau morphine yang dihasilkan oleh tubuh kita.
Endorphine adalah senyawa penting dalam kehidupan kita yang menjadikan seseorang merasa lebih nyaman dengan dirinya sendiri. Intinya, endorphin ini zat yang bisa membuat diri kita merasa senang dan membuat gerak kita lebih banyak.

Hmmm...Apakah ini berarti orang-orang yang dirawat di rumah sakit jiwa memiliki endorphine berlebihan? Mereka kan selalu senyam-senyum sendiri...

Dan sependek pengetahuan saya, ternyata (lagi), ada lho orang yang ingin selalu merasa nyaman dengan melakukan segala cara, bahkan sampai melukai dirinya sendiri. Cara ini namanya cutting, yakni upaya melukai diri sendiri dengan cara mengiris tangan sendiri menggunakan silet atau cutter dan sejenisnya.

Hmmm... Bagaimana dengan tato dan body piercing? Berarti mereka masuk dalam kategori cutting dunk?

Yaiyalaaaahhh... *hati kecil saya yang jawab*

Melalui cutting, [katanya],  mereka akan mendapatkan endorphin yang bisa membuat perasaan lebih nyaman. Nah, orang-orang yang suka melakukan cutting ini biasanya cowok atau cewek emo kid.  *Jangan ditiru yak!*

Halaaaah.. Kok bahasan saya sampai emo kid segala sih??? *pentung*

CMIIW yaaaakkkk!!! Kalo ada yang salah.


.

.

.

So, buat teman-teman, juga saya sendiri, yuk awali hari dengan senyuman termanis kita...! :)

Kabinet Balas Budi?

Audisi menteri usai sudah. Mr President telah memilih dan mengumumkan nama-nama menteri yang akan mendampinginya menjalankan roda pemerintahan Indonesia.
Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, demikian nama kabinet baru dalam kepemimpinan SBY untuk kali kedua.
Kabinet baru yang diharapkan bisa mewujudkan harapan baru.

Akankah?

Hanya waktu yang akan membuktikan bagaimana 34 menteri ini menjalankan tugasnya. Setidaknya publik harus melihat kinerja mereka sekurang-kurangnya 100 hari ke depan.

****



Seperti diketahui, dari 34 posisi menteri, 19 kursi di antaranya diduduki orang-orang partai politik atau sekitar 55,8%.
Pembagiannya, Partai Demokrat mendapat jatah lima kursi, PKS empat kursi, PAN dan Partai Golkar masing-masing tiga kursi, serta PKB dan PPP masing-masing dua kursi.
Kemudian, dari 34 menteri, sepuluh di antaranya adalah wajah lama. Sebut saja, Hatta Radjasa, Sri Mulyani, Joko Kirmanto, dan tujuh menteri lama lainnya. *Nggak hapal*

Sungguh sebuah pembagian kursi menteri yang akomodatif, bukan?
HI dalam sebuah dialog mengatakan, jika Demokrat mengikuti keinginan, mereka bisa saja mendapatkan lebih dari lima kursi menteri. Ini dilakukan karena Mr President akomodatif.
Hmmm..  Akomodatif pada partai pendukung tentunya. Saya malah melihatnya sebagai balas budi. Walaupun ada Partai Golkar yang tetap mendapat kursi menteri, meski tanpa harus memeras keringat. So, tidak berlebihan kalau saya bilang, ini adalah kabinet balas budi, kan?
Sebab, bukankah penempatan menteri seharusnya berdasarkan kemampuan dan keahliannya?
Ya..walaupun menteri dari partai politik juga bukan berarti tidak mampu. Dan untuk menempati posisi menteri juga tidak harus berasal dari orang-orang di luar partai.

Tetapi, sejatinya, penempatan jabatan juga harus disesuaikan dengan keahlian dan profesionalitasnya.
Penempatan menteri, seharusnya juga bukan karena kedekatan personal antara calon menteri dengan Mr President. Jangan hanya karena calon menteri dinilai paling tahu keinginan dan pemikiran presiden, kemudian dia menempati jabatan menteri yang strategis.
Apalagi, dengan pertimbangan bahwa dia (menteri) berada di ring I dalam mengawal pemilihan Mr President.

***



Ah, saya kenapa sih? Siapalah saya ngomong panjang lebar begini. Huuufff...

Yaah, semoga mereka yang duduk di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II ini bisa amanah, bisa membawa Indonesia ke arah yang lebih baik dengan kebijakan-kebijakan yang lebih mengutamakan kepentingan rakyat. Bisa menggerakkan ekonomi riil yang menjadi tumpuan perekonomian sesungguhnya.
Semoga!

Chatarsis with Facebook

Hari ini saya membuat trhread di plurk yang isinya: ethie sedang puasa apdet status di fesbuk.

Haha! Nggak penting memang, tapi ini penting buat saya.

Kenapa?

Pertama, karena saya merasa banyak waktu saya terbuang sia-sia gara-gara apdet status di fesbuk. Alih-alih ingin tahu status teman di fesbuk, sebagian waktu saya justru habis hanya untuk facebooking aka fesbukan.

Sayang, kan? Kaaaaan...

Kedua, ingin menjadi pengamat saja. Atau sesekali menengok fesbuk, siapa tahu ada yang berulang tahun. Jadi saya tetap bisa mengucapkan selamat, tanpa ada keinginan untuk memikirkan status apa yang mesti saya buat.

Berbicara tentang status fesbuk, sadar ngga sih, terkadang kita (eluuu kaleee) sering membuat atau menemukan status yang nggak pentiiiingg banget.

Tapi, itu bukan masalah karena di fesbuk sendiri ditulis 'What's on your mind?'. Jadi, sah-sah saja dong orang mau nulis apa yang ada di dalam pikirannya.

Kalau yang ada dalam pikiran saya sekarang: NGAPAIN SIH POSTING HAL GINIAN???

:D

Status di fesbuk, apapun isinya, menjadi sebuah tempat untuk menuangkan segala uneg-uneg seseorang yang tergabung di dalamnya. Semua bentuk perasaan yang ada di dalam hati dan pikiran dalam suatu waktu tertentu. Semacam katarsis laah.
Katarsis adalah luapan emosi secara tiba-tiba dari sebuah perasaan yang meliputi kesedihan, kegembiraan atau perubahan ekstrim emosi sebagai hasil dari pengulangan, perbaikan dan pembaharuan dalam kehidupan.

(Monggo baca om wikipedia nggih)

Luapan emosi ini kemudian disalurkan melalui status di fesbuk. Meski masih banyak media lain yang menjadi tempat atau sarana untuk meluapkan emosi, seperti nge-game, clubbing, jalan-jalan, menulis, dan sebagainya.

Lho lho.. Kok jadi jauh begini bahasannya? Duh!

Baiklah.. lanjut!


Ketiga, saya nggak mau diperbudak fesbuk, termasuk jejaring sosial lainnya. Maunya sih begitu, tapi apalah daya, saya masih terpenjara oleh plurk! Karma telah memenjaraku. hiks. *curcol*


Keempat, saya juga nggak mau jadi ikut-ikutan maen game di fesbuk, just for killing time!


BIG NO!

Walaupun semenjak saya kenal fesbuk belum pernah main game-nya atau ikutan kuisnya. Belum dan semoga tidak tertarik.

Tapi saya tetap harus waspada terhadap segala bentuk godaan untuk main game.

Haha, yeah! Poin kelima memang lebaaayyy. Silakan hujat saya.

:D


Terlepas dari itu semua, saya senang berkenalan dengan fesbuk karena saya bisa menemukan teman-teman lama yang sudah  tidak ada kabarnya. Dan bisa tahu perkembangan mereka, meski dari jauh.


Itu saja.

Bagaimana dengan sodara?

Rindu Nyanyian Katak

20090821_035120_k2Musim hujan telah tiba. Petani menyambutnya dengan riang gembira, tapi ada juga yang was-was, khawatir jika banjir bandang melanda. Ah, siapapun tidak bisa menghalangi datangnya bencana, kalau DIA sudah menghendakinya. Kita hanya bisa meminimalisasi kemungkinannya dengan menjaga alam semesta raya.

Tapi, bagaimana bisa? Hutan, sungai, laut, gunung kondisinya semakin memprihatinkan saja. Semuanya rusak oleh tangan-tangan durhaka. Aaaaarrgghhh! *ngomong apa sih?*

Sudahlah, saya sedang tidak ingin membahas sesuatu yang serius.

Kali ini, saya ingin membahas tentang orkestra katak atau nyanyian katak setiap musim hujan tiba. Bagi teman-teman yang berasal dari desa seperti saya atau paling tidak, pernah tinggal di desa ketika musim hujan, pasti pernah mendengar nyanyian katak.

Suara katak yang saling bersahutan bagi saya justru menambah indah suasana malam di desa. Sambil meringkuk di bawah selimut, memeluk guling, bercanda dengan adik, dan diiringi nyanyian katak..

Sungguh indah bukan main!

Lucunya, dari sekian banyak suara katak, ada satu katak yang seolah-olah menjadi instrukturnya/dirigen. Biasanya, bunyi pertamanya, 'tung', kemudian diikuti yang lain dengan bunyi 'kek'. Kalau didengarkan terus menerus jadi 'tung-kek, tung-kek, tung-kek'. Btw, benar nggak bunyinya begitu? Atau mungkin ada nada yang lain? Yang pasti bukan 'preeeeeettt!'  :D

Terkadang, sekedar iseng, saya ajak adik saya untuk ikutan berorkestra. Kami suit, yang menang jadi katak bangkong dan berperan sebagai dirigen! :D

Tapi itu suasana dulu.. Duluuuu banget waktu saya masih kecil. Sewaktu desa saya masih banyak pekarangan, waktu desa saya masih asri, waktu desa saya masih banyak ditanami pohon dan bukan beton..

Bagaimana dengan sekarang?

Hmmm..

Saya sudah lama sekali tidak pernah mendengarkan nyanyian katak. Saya bahkan sudah lupa, kapan terakhir kali mendengarkannya. Apalagi setelah hidup berpindah-pindah (nomaden) -jadi ingat karakter manusia purba- dari satu kota ke kota yang lain. Nyaris tidak pernah dengar nyanyian katak lagi.

Tapi setidaknya, dulu, saya pernah mendengarkan katak berorkestra.

Kalau anak-anak sekarang, saya rasa, mendengar suara katak [MUNGKIN] via handphone. Pernah dengar ringtone Hp yang bersuara katak kan?

Nah..

Jangan-jangan, ketika anak-anak mendengar langsung suara si katak, mereka justru akan teringat dengan suara ringtone di Hp dan menyeletuk, 'Mama, itu kan suara katak yang di Hp. Kok mereka bisa ya ikut-ikutan suara di Hp? Kataknya cerdas!"

*Tambah ngaco!*

Dan malam ini saya sungguh-sungguh rindu pada nyanyian katak. Saya juga teringat, dulu kerap menyanyikan lagunya.

Teoot…ceblung…


Teoot…ceblung


Teoot..teoot..ceblung


Teoot..ceblung


Teoot..ceblung


Teoot..teoot..ceblung



Itu adalah sepotong lirik lagu Nyanyian Katak yang masih saya hafal. Lagu yang sering saya nyanyikan sambil bermain hujan bersama teman-teman kecil dulu.Walaupun endingnya, saya kena marah ibu karena kabur dari tidur siang. Nakal!

Sekarang sudah tidak pernah lagi terdengar nyanyian katak. Setiap kali hujan turun di malam hari, setiap kali itu juga saya teringat suara alam bernama nyanyian katak. Ke mana perginya si pangeran katak? Kapan saya bisa mendengarkan suara merdumu lagi?

.

.

.

.

Miss My Kodok Sound ..:-(




Note: Gambar diambil dari sini

Ketika Sajadah Lebar Terbentang

shaf-sholat1Hmm..Saya  baru bisa posting sekarang. Padahal ide ini sudah muncul lama dan terbersit untuk diposting ketika sholat tarawih bulan puasa kemarin.
Btw, saya mohon maaf lahir dan batin yak… Taqobbalallahu minna wa minkum, kullu aamin wa antum bi khoir. Dimaafin kaaan??? *biar telat asal makan ketupat*

Baik, kembali ke soal postingan. Setelah sholat, saya terinspirasi untuk membuat postingan tentang sajadah. Iyah, sajadah. Alas yang biasa kita gunakan untuk sholat dan bermunajat kepadaNYA.
Saya terusik lantaran orang yang sholat di sebelah kiri saya dan menggunakan sajadah lebar enggan –kalau nggak mau disebut TIDAK MAU- merapatkan shafnya.
Padahal seperti kita sadari dan pahami, salah satu keutamaan sholat adalah dengan merapatkan shaf.
"Rapikan (rapat dan lurus) shaf kalian, sesungguhnya shaf termasuk bagian menegakkan sholat" (HR. Bukhori)

Nah, apa jadinya kalau sebagian besar jamaah membawa sajadah lebar dan enggan merapatkan shafnya? Ditambah lagi, imam sholat tidak memberi peringatan pada para jamaah sholat.

Jadi teringat, di masjid dekat rumah orang tua saya, sang imam selalu mengingatkan jamaah sholat dengan membacakan hadist di atas, kemudian diikuti artinya dalam bahasa Jawa.
Ada juga imam sholat lain yang langsung berkata,'Rapet,Lempeng' (rapat dan lurus) sambil memeriksa jamaahnya.

******



Memang banyak juga orang yang membawa sajadah lebar ke masjid dan tidak keberatan jika sajadah cantiknya tertutup oleh sajadah milik orang lain demi menjaga shaf sholat tetap rapat.

Tapi, tidak sedikit juga orang yang dengan ego tingkat tinggi membentangkan sajadah lebarnya dan tidak mau sajadahnya ditumpangi oleh sajadah yang lain. Atau, kemungkinan yang lain, orang dengan sajadah standar merasa risih untuk membentangkan sajadah miliknya di atas sajadah lebar yang sudah terlanjur ‘parkir’. Atau bisa jadi ada kemungkinan-kemungkinan lainnya?

Kalau saya, atas alasan ‘tidak enak’, biasanya memilih untuk meletakan sajadah saya di bawah sajadah orang lain yang sudah duluan terbentang. Entah ini penting bagi orang lain atau tidak, tapi saya merasa perlu melakukannya walaupun sajadah saya jauh lebih kecil.

Nah, terlepas dari orang tersebut mau atau tidak mau merapatkan shaf dengan ‘memepetkan sajadahnya’, menurut saya,  faktor sajadah lebar inilah yang paling dominan  menyebabkan si empunya sajadah enggan merapatkan shaf.
Apalagi sekarang sebagian besar masjid menggunakan karpet berbentuk sajadah lebar, sehingga orang-orang memperlakukannya sebagai batas sajadah satu sama lain.

Akhirnya, yang terjadi adalah shaf sholat tidak rapat alias banyak ruang kosong. Ruang kosong ini yang menjadi primadona jin iprit untuk mengganggu kekhusyukan sholat kita. Nah lho! Karena alasan ini juga,  saya memilih sajadah kecil yang hanya dipakai untuk bagian muka.

Lalu, kenapa ukuran sajadah sekarang lebar-lebar?
Untuk masalah ini, saya juga kurang tahu. Saya hanya meraba-raba. Bisa jadi sajadah berukuran lebar itu  didesain untuk orang-orang Arab yang memang ukuran tubuhnya tinggi besar. Jadi wajar, jika sajadahnya pun harus lebih lebar.

Sedangkan ukuran tubuh rata-rata orang Indonesia jelas tidak sama dengan orang Arab. Untuk itu, sudah seharusnya sajadah yang dibuat di Indonesia menyesuaikan antropomerti orang-orang Indonesia.
Karena, akan lebih elok rasanya jika menggunakan sajadah yang standar sesuai dengan ukuran tubuhnya. Yang pas! Supaya shaf sholat tetap rapat.

*****
Inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati lillaahirobbil’aalamiin..
[sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku... kuserahkan hanya kepada Allah---Tuhan seru sekalian alam]

 
Cerita Kita Blog Design by Ipietoon