[Flash Fiction] Korban Salah Tembak


Sudah pukul 08.39 WIB. Tapi Mas Adnan belum juga muncul. Sedangkan ijab qobul harus dilangsungkan tepat jam sembilan. Orang tua, penghulu, dan tamu undangan yang ingin menyaksikan ijab qabul mulai gelisah. Pun halnya denganku. Hampir saja air mata ini tumpah karena kecemasan yang tak terbendung.
Sekuat tenaga aku menahan air mata. Berdoa semoga Mas Adnan baik-baik saja. "Ya Robbi, di manapun dia berada, ku mohon lindungilah dia.. Hanya kepadaMu aku memohon dan hanya kepadaMu lah aku berserah diri," doaku dalam hati.
Tenggorokan ku seolah tercekat. Beruntung ada ibu yang terus memberi semangat untuk bersabar sampai Mas Adnan datang.

Di sisi lain, aku lihat bapak calon mertuaku berkali-kali menghubungi nomor handphone Mas Adnan. Tapi berkali-kali itu pula nomor yang dihubunginya diam tanpa jawaban. Tidak ada nada rejected ataupun tulalit.
"Mas, kamu di mana?," batinku bertanya-tanya.
Jam sudah menunjukkan pukul 09.35 WIB. Sudah lebih dari setengah jam berlalu dari waktu yang dijanjikan. Namun Mas Adnan tak kunjung tiba. Tidak ada tanda-tanda dia akan datang.
Ibu yang semula terus memberi motivasi seolah kehabisan kata-kata penyemangat. Ia tertunduk lesu. Begitu pula aku.

Setengah jam berselang, di tengah kegaduhan para undangan, handphone calon bapak mertua berbunyi.
"Apa??? A-nak sa-ya te-ro-ris??" ujar bapak tidak percaya dengan apa yang didengar dari suara di seberang telepon.
Bapak terduduk lemas. Dengan mata bersimbah air mata, bapak bercerita ihwal Mas Adnan yang tewas tertembak karena diduga teroris.
"Ya Allah, cobaan apa ini? Di hari di mana aku akan menjadi ratu sehari, justru 'rajaku' tewas karena diduga teroris.." aku menangis dipelukan ibu.

Di tengah tangis kami, ayah dan calon bapak mertuaku, juga beberapa laki-laki yang ada dalam ruangan itu berunding. Mereka memutuskan untuk menikahkanku dengan Wawan, adik Mas Adnan.
Aku hanya pasrah dan berharap ini jalan terbaik dariNYA. Karena kami tidak mungkin membatalkan acara ini.
Dan saat itu juga diadakan ijab qobul atas nama Widya dan Wawan, bukan Adnan. Ijab qobul dengan linangan air mata..
****
Seminggu kemudian.
Pagi, ketika aku menyediakan teh hangat untuk Mas Wawan, seorang loper melemparkan koran di halaman depan. Langsung ku pungut. Sembari berjalan, aku bolak balik berita koran tersebut. Hampir pingsan tatkala membaca berita 'Adnan, 29 tahun, yang ditembak karena dugaan teroris ternyata korban salah tembak......'

*Mencoba membuat flash fiction, tapi kepanjangan*
**Gambar dari remtek.com

Happy Six Month Birthday, Dija...


Namanya Khadijah Putri Nur Aini. Panggilannya Dija.
Dija ini lahir 23 Maret 2010.
Baru enam bulan! Dan Dija ingin merayakan enam bulan kelahirannya.
Hihi, ada-ada saja ya si kecil Dija?
Tapi, itu sah-sah saja dong, karena tantenya Dija, Mbak Elsa, ingin memberikan yang terbaik buat Dija.
Apalagi enam bulan bukan waktu yang singkat. Masih ingat donk waktu Dija baru lahir?
Beratnya cuma 1800gram. Sekarang mungkin beratnya sudah 7 atau 8 kg.
Bukan perubahan yang kecil, kan?

Dan sekarang, Dija sudah bisa ngapa-ngapain! Bisa tengkurep. Bisa main-main sama Tante Elsa. Bisa senyum-senyum kalau dengar suara lucu. Bisa menggapai mainan. Bisa nengok kalau ada yang memanggil. Dan bisa-bisa lainnya...setelah enam bulan tentunya! :D

Happy Six Month Birthday, Princess Dija.. Semoga jadi anak yang cerdas dan shalehah. ^_^




* Posting ini untuk ikut meramaikan Dija's 6 Months Giveaway!

Mengusir Keluh

Jika boleh meminta, aku ingin meminta hidup tanpa keluh.

Tak peduli dengan segala peluh.

Aku hanya ingin menjadi manusia yang tak mudah mengeluh.

Karena keluh membuat hidup kian keruh.

*Satu paragraf pengusir keluh. ^_^

[Flash Fiction] 'Pembelahan diri'



Dua dari tiga anak ibu sebentar lagi meninggalkan rumah. Mereka akan membentuk keluarga baru.
Lucu. Berkeluarga rasanya seperti sel yang membelah diri. Membentuk sel-sel baru di tempat baru.
Begitukah berkeluarga?
Bagaimana halnya denganku? Apakah aku juga akan 'membelah diri' dari rumah ini? Hidup dan tinggal bersama 'sel-sel' baru hasil 'pembelahan diri'?


Dalam dua puluh hari ke depan Kakak Pertama akan melangsungkan pernikahan. Disusul kemudian oleh Kakak Kedua tiga bulan setelahnya.
Dan aku? Entahlah.

Aku bertanya pada Kakak Pertama. 'Mbak, setelah menikah akan tinggal di mana?' tanyaku.
'Di Jakarta, di tempat yang ada Monas-nya,' jawab Kakak Pertama sambil menunjukkan gambar Monas.
Aku juga bertanya pada Kakak Kedua,'Mas, nanti akan tinggal di mana?'
'Tinggal sama istriku di Jawa Timur,' jawabnya, sambil menunjukkan foto luapan Lumpur Lapindo.

Dan aku mengerti. Mereka akan tinggal di tempat yang jauh. Sangat jauh. Setidaknya bagiku.
Tiba-tiba Kakak Pertama balik menanyakan sesuatu kepadaku, 'Kamu kapan menikah?'
Aku sejenak speechless. Hatiku berkecamuk, bagaimana mungkin aku menikah, mendengar dan berbicara pun aku tak bisa. Telingaku seperti tersumbat batu gunung. Demikian juga tenggorokanku.
Dengan santai aku jawab, 'Aku nggak mau menikah, Mbak. Aku di sini saja,' jawabku dengan bahasa isyarat.

Picture taken from wikipedia.

Selamat Idul Fitri 1431 H



Selamat Idul Fitri 1431 H
Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum minal aidin wal faidzin.
Semoga Allah menerima amal-amal kami dan kamu.
Dan semoga Ia menjadikan kami dan kamu termasuk dari orang-orang yang kembali (dari perjuangan Ramadhan) sebagai orang yang menang."
Aamiiiiiin...!! Mohon maaf lahir batin ya semuanya...
Selamat mudik dan berkumpul lagi bersama keluarga!

*klik untuk melihat dalam ukuran besar ;)
 
Cerita Kita Blog Design by Ipietoon